Jumat, 12 Desember 2014

makalah sistem operasional bank syari'ah

MAKALAH
SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH
Mata Kuliah: Sistem Operasional Bank Syariah
Dosen Pengampu: NIRWAN PURNOMO, S. Pt.MM


Disusun

1.    MUDMAINNAH (PS 5-D)                     (2823123097)
2.    MUH. ABDUL MUNIR (PS 5-D           (2823123099)
3.    MASKUR (PS 5-C)                               (2823123087)
4.    MAYA ANISFU L. (PS 5-C)                 (2823123088)
5.    MOH.LUTFI H. (PS 5-C)                      (2823133093)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2014



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang untuk memenuhi tugas dari mata kuliah  Ekonomi Mikro Islam.
Dalam penyusunan makalah ini tentu tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari seluruh pihak. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.    Dr. Maftukhin, M. Ag selaku ketua STAIN Tulungagung.
2.    NIRWAN PURNOMO, S. Pt.MM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini.
3.    Para rekan mahasiswa yang telah membantu memberi masukan demi sempurnanya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak tentu kami harapkan guna penyempurnaan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan kita senantiasa mendapat bimbingan dari Allah SWT.
Wassalamualaikum  Wr. Wb.



Tulungagung, desember 2014
      


         Penulis



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG................................................................................................ 4
B.RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 4
C.TUJUAN PEMBAHASA.......................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK ISLAM............................................. 5
B. ASPEK KELEMBAGAAN OPERASIONAL BANK ISLAM............................... 30

BAB III KESIMPULAN.........................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….54






BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG MASALAH
Pengembangan perbankan yang didasarkan kepada konsep dan prinsip ekonomi islam merupakan suatu inovasi dalam system perbankan internasional. Meskipun telah lama menjadi wacana pada kalangan public dan para ilmuan muslim maupun non muslim, namun pendirian instuisi bank islam secara komersial dan formal belum lama terwujud. Salah satu bank terbesar dinegara-negara arab. Di Indonesia bank islam pertama adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Dalam kaitan ini, terdapat dua hal yang mendorong eksistensi dan perkembangan perbankan islam yang selanjutnya disini disebut bank syariah adalah munculnya keinginan dan kebutuhan masyarakat serta keunggulan dan kelebihan yang dimiliki bank syariah.
Menurut ketentuan yang tercantum dalam peraturan bank Indonesia nomor 2/8/PBI/2000 pasal I, bank syariah adalah ‘bank umum sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan undang-undang nomer 10 tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariat islam, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan  kegiatan usaha berdasarkan syariah islam. Adapun yang dimaksud unit usaha syariah adalah unit kerja  di kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah.
Kegiatan usaha bank islam antara lain pembiyayaan  berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharrabah), permbiyayaan berdasarkan prinsip usaha patungan  (musyarokah), jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiyayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa (ijarah).
B.   RUMUSAN MAASALAH
1.    Bagaimana prinsip dasar operasional bank islam?
2.    Bagaimana aspek kelembaganaan operasional perbankan islam?
C.   TUJUAN PEMBAHASAN
1.    Mengetahui tentang konsep dasar operasional bang islam
2.    Mengetahui aspek kelembagaan dalam operasional bank islam





















BAB II
PEMBAHASAN ISI
      I.        PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK SYARIAH
A.   KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM
Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara kompetitif dan universal baik dalam hubungan dengan sang pencipta maupun dalam hubungan dengan sesame manusia. Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu:
a)    Akidah, yaitu kompenen ajaran islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus menjadi  keimanan seseorang muslim manakala melakukan berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridhoan Allah sebagai khalifah yang mendapat amanah dari Allah.
b)    Syariah, yaitu kompenen ajaran islam yang mengatur tentang kehidupan seorangan muslim baik dalam bidang ibadah maupun dalam bidang muamalah yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya. Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut mamalah Maliyah.
c)    Akhlak, landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang muslim yang taat berdasarkan syariah dan akidah yang menjadi pedoman hidupnya, sehingga disebut memiliki ahlakul karimah sebagaimana hadist nabi yang menyatakan “tindakan sekiranya aku diutus kecuali untuk menjadikan akhlakul karimah”. Cukup banyak tuntunan islam yang menganut tentang kehiidupan ekonomi umat yang antara lain secara garis besar adalah sebagai berikut.
1.    Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat ukur dan bukan sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung unsur ketidak pastian atau spekulasi (gharar) sehingga yang ada bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu, tetapi nilai uang untuk menukar dengan barang.
2.    Riba dalam segala bentuk dilarang, bahkan dalam ayat al-quran tentang pelanggaran riba yang terakhir yaitu firman Allah dalam Surah Al-Baqoroh(2) ayat 278-279. Yang artinya:
hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan  (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rosulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiyaya dan tidak pula dianiyaya.”
3.    Larangan riba juga terdapat dalam ajaran Kristen baik perjanjian lama maupun perjanjian baru yang pada intinya menghendaki pemberian pinjaman pada orang lain tanpa maminta bunga  sebagi imbalan.
4.    Meskipun masih ada sementara pendapat kususnya di Indonesia yang masih meragukan apakah Bungan bank termasuk riba atau bukan, maka sesungguhnya telah menjadi kesepakatan para ulama, ahli fiqih dan para praktisi perbankan syariah dikalangan dunia islam yang menyatakan bahwa Bungan bank adalah riba dan riba diharamkan.
5.    Tidak memperkenankan berbagai bentuk kegiatan yang mengandung unsur spekulasi dan perjudian termasuk didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat.
6.    Harta harus berputar sehingga tidak boleh hanya berpusat pada segelintir orang dan Allah sangat tidak menyukai orang yang menimbun harta sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai harta yang tidak produktif akan dikenakan zakat yang lebih besar disbanding jika diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan manusia dibumi  sebagai kholilfah yang meneima amanah dari Allah sebagai pemilik mutlak segala yang terkandung didalam bumi dan tugas manusia  untuk menjadikannya sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan manusia.
7.    Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan harus dilakukan sehingga tidak seorangpun tanpa bekerja  yang berarti siap menghadapi resiko dapat memperoleh keuntungan atau manfaat (bandingkan dengan  perolehan bunga bank dari deposito yangbersifat tetap dan hampir tanpa resiko).
8.    Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan dari pihak manapun.
9.    Adanyna kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya yang tidak bersifat tunai dan adanya saksi yang bisa dipercaya (simetri dengan profesi akuntansi dan notaris).
10. Zakat sebagai instrument untuk pemenuhan kewajiban penyisihan harta yang merupakan hak orang lain yang memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga anjuran yang kuat untuk mengeluarkan infak dan sedekah sebagai manifestasi dari pentingnya pemerataan kekayaan dan memerangi kemiskinan.
Dari uraian diatas memberikan gambaran yang jelas tentang prinsip-prinsip dasar system ekonomi islam dimana tidak hanya berhenti ada tataran konsep saja, tertapi tersedia cukup banyak contoh-contoh konkret yang diajarkan Rosulullah, yang untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan saat sekrang cukup bannyak ijtima’ yang dilakukan oleh para ahli fiqh disamping pengembangan praktik operasional oleh para ekonom dan praktisi para lembaga keuangan islam. Sesuai sifatnya yang universal maka tuntunan islam tersebut diyakini  akan selalu relevan dengan kebutuhan zaman. Dalam hal ini sebagai contoh adalah pengembangan lembaga keuangan islam seperti perbankan dan asuransi.
B.   PRINSIP EKONOMI ISLAM
System keuangan dan pebankan islam adalah merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalah memperkenalkan system nilai dan etika islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan islam bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar system transaksi komersial. Persepsi islam dalam traksaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sunngguh-sungguh memperhatikan retriksi-retriksi agamis yang digariskan oleh islam.
Islam berbeda dengan ajaran-ajaran lainnnya, karena agama lain tidak dilandasi dengan postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, islam dapat diterjemahkan kedalam teori dan juga diimplementasikan kedalam praktek tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran islam. Perilaku individu dan masyarakat diarahkan kearah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumberdaya yang ada. Hal ini menjadi subjek yang dipelajari dalam ekonomi islam sehingga implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran islam berbeda dengan ekonomi tradisional. Oleh sebab itu dalam ekonomi islam, hanya memeluk islam yang berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi islam.
Prinsip-prinsip ekonomi islam itu secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)    Dalam ekonomi islam, berbagai jenis sumberdaya dipandang sebagai pemberian atau amanah Allah kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien mungkin dan seoptimal mungkin  dalam produksi guna memenuhi kesejahteraansecara bersama didunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung jawabkannya di akhirat nanti.
b)    Islam mengakui kepemilikan pribadi alam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan factor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan kedua, islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
c)    Kekuatan penggerak utama ekonomi islam adalah kerjasama. Seotang muslim apakah ia sebagai pembeli, pemjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntutan Allah.
d)    Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
e)    Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rosul yang menyatakan bahwa, “masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput, dan api”(Al-Hadist). Sunnah rosulullah tersebut menghendaki semua industry ekspraktif yang berhubungan dengan air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh Negara. Demikian pula berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industry tidak boleh dikuasai oleh individu.
f)     Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, sperti firman Allah dalam surah Al-bagarah ayat 281. Oleh karena itu islam mencela keuntungan yangberlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.
g)    Seorang muslim yang tingkat kekayaannya melebihi tingkat tertentu diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya , yang ditunjukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
h)   Islam melarang setiap pembayaran bunga atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun instuisi lainnya. Yang dimaksud riba disini adalah Riba Nasi’ah, menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasiah itu selamanyna haram, alauppun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: Nasi’ah dan fadl. Riba nasi’ah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba Fadhl adalah penukaran suatu barangn dengan barang yang sejenis tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti enukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainnya.
Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga. banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman yunani kuno. Aristoteles adalah orang yang amat menetang dan melarang bunga, sedang plato juga mengutuk dipraktikannya bunga.
C.   PRINSIP BANK ISLAM
Islam  memandang bahwa bumi dan segala isisnya merupakan amanah dari Allah kepada manusia sebagai kholifah dimuka bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan ummat manusia. Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah tidak meninggalkan manusia sendirian tetapi diberikannyalah petunjuk melalui para Rosul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala suatu yang dibutuhkan manusia, baik aqiqah, akhlak maupun syariah.
Dua komponen yang pertama aqidah dan akhlak sifatnya konstan dan tidak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun komponen yang terakhit “syariah” senantiasa berubah senantiasa berubah sesuai kebutuhan dan taraf peradaban ummat, dimana seorang Rasul diutus. Kenyataannya ini diungkapkan oleh Rosulullah dalam suatu hadits yang maknanya: saya dan rosul-rosul yang lain tak ubahnya bagaikan saudara sepupu, syariat mereka banyak tetapi agamanya satu, yaitu mentauhitkan Allah.
Melihat kenyataan ini syariat islam sebagai suatu syariat yang dibawa Rosulullah terakhir mepunyai keunikan tersendiri, ia bukan saja Comprehensive tetapi juga Universal. Sifat-sifat istimewa ini mutlak diperlukan sebab tidak aka nada syariat lain yang datang untuk menyempurnakannya.
Comprehensive berarti merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadat) maupun social (muamalah). Ibadah diperlukan dengan tujuan untuk menjaga ketaatan, dan harmonisnya hubungan manusia dengan kholignya. Secara mengingatkan secara continue tugas manusia sebagai kholifah-Nya diatas muka buni ini. Ketentuan-ketentuan muamalah diturunkan untuk menjadi rules of game dalam keberadaan manusia sebagai makhuk social.
Universal, bermakna ia dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir nanti. Keuniversalan ini akan tampak jelas sekali terutama dalam bidang muamalah, dimana ia bukan saja luas dan fleksibel bahkan tidak memberikan special treatmen bagi muslim dan membedakannya bagi nonmuslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu uangkapan yang diriwayatkan oleh sayyidina Ali yang artinya dalam bidang muamalah kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita.
Sifat eksternal muamalah ini dimungkinkan karena adanya apa yang dinamakan thawabit wa mutaghoyyirat (prinsip dan variable) dalam islam. Kalau kita ambil sector ekonomi sebagai contoh prinsip dapat dicontohkan dengan ketentuan-ketentuan dasar ekonomi seperti larangan riba, adanya prinsip bagi hasil, prinsip pengambilan keuntungan, pengenaan zakat dan lain-lain. Variable merupakan instrument-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tadi seperti mudharabah, murabahah, ba’I bi taman ajil dan sebagainya. Disinilah letak tgas para cendekiawan muslim sepanjang zaman untuk mengembangkan teknik penerapan pronsip-prinsip tadi dalam variable-veriabel sesuai dengan situasi dan kondisi sesame.
D.   PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK ISLAM
1.    PRINSIP UTAMA
Islam mengajarkan segala sesuatu yang baik dan bermanfat bagi manusia. Oleh karena itu juga, islam disebut sebagai agama fitrah atau yang sesuai dengan sifat dasar manusia. Bagi masyarakat modern,membawa kepada setidaknya dua ajaran dalam al-Quran:
a.    Prinsip Al-Ta’awun
Merupakan prinsip untuk saling membantu dan bekerja sama antara anggota masyarakat dalam berbuat kebaikan, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah (5) ayat 2: yang artinya
hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganngu) binatang-binatang had-ya, dan binatang qolaa-id, dan jagan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan mencari keridhaan tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada sesuatu kamum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidilharam, mendorongmu berbuat aniyaya (kepada mereka). Dan tolong menilonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”
b.    Prinsip menghindar Al-Ikhtinaz
Seperti membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana frman Allah dalam surat An-Nisa’(4) ayat 29: yang artinya: “hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang  bathil, kecuali dengan jalan berniagaan yangberlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
Dalam perbankan islam dilarang keras untuk melakukan transaksi apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a)    Gharar yaitu adanya unsur ketidak pastian atau tipu muslihat dalam transaksi.
b)    Maysir adalah unsur judi yang transaksinyabersifat spekulatif yang dapat menimbulkan kerugian satu pihak dan keuntungan bagi pihak lain.
c)    Riba yaitu bertransaksi menggunakan system riba.
Islam adalah suatu din atau way of life yang praktis, yang mengajarkan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangannya. Islam adalah agama fitrah, yang sesuai dengan sifat dasar manusia (human nature).
Tan Sri Datuk Ahmed bin Mohd. Ibrahim menyatakan: “Banking and financial activities have emerged to meet genuine human needs. Therefore, unless these activities belong to the categoryexpressly forbidden by islam, there is nothing in the nature of these activities which is contrary to the syariah. Examples of forbidden activities include gambling and manufacturing and trading in forbidden goods such as liquor”.
Perbedaan pokok antara perbankan islam dengan perbankan konvensional adalah larangan riba (bunga) bagi perbankan islam. Bagi Islam, riba dilarang sedang jual-beli (Al-Bai) dihalalkan.
Sejak decade tahun 70-an, umat Islam di berbagai Negara telah berusaha untuk mendirikan bank-bank Islam. Tujuan dari pendirian bank-bank islam ini pada umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip syariah islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan dan  bisnis lain yang terkait.
Prinsip utama yang dianut oleh bank islam adalah:
1.    Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi
2.    Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah
3.    Memberikan zakat
Dalam konsep islam tidak dikenal money demand for speculation, karena spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari system konvensional yang memberikan bunga atas harta, islam malah menjadikan harta sebagai objek zakat. Uang adalah milik masyarakat sehingga manimbun uang dibawah bantal dilarang, karena halite berarti mengurangi jumlah yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan islam, uang adalah flow concept, oleh karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin baik perekonomian.
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, islam menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip musyarakah atau mudharabah yaitu bisnis dengan bagi hasil. Bila ia tak ingin mengambil resiko karena melakukan bisnis tersebut  maka islam menganjurkan untuk malakukan qord yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena maminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.
Secara mikro, Qord tidak memberikan manfaat langsung bagi orang yang meminjamkan. Namun secara makro, Qord akan memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh karena pemberian Qord membuat percepatan perputaran uang akan bertambah cepat, yang berarti bertambahnnya darah baru bagi perekonomian, sehingga pendapatan nasional meningkatkan. Dengan peningkatan pendapatan nasional, maka sipemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya. Demikian pula pengeluaran shadaqah juga akan memberikan manfaat yang lebih kurang sama dengan pemberian Qord.
Islam juga tidak mengenal konsep time value of money, namun islam mengenal konsep Economic Value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada harga tunai.
2.    SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH
System keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam  bentuk pinjaman (debt financing).
Untuk menghindari riba, maka dikonseplah suatu system perbankan yang sesuai dengan syariah islam. Maka, dihasilkan konsep perbankan islam. Secara garis besar hubungan ekonomi berdasarkan syariah ditentukan oleh hubunngan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar aqad.
Islam mempunyai hukum tersendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melaui akad-akad bagi hasil (profit and lost sharing), sebagai metoda pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing), dan akad-akad jual beli (al-ba’i) untuk memenuhi kebutuhan pembiayayaan, dengan produk-produknya sebagai berikut:
v  Produk pembiayayaan
1.    Equitu financing
Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu:
a.    Musyarakah (Joint Ventura Provit Sharing)
Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan (syirkah Al-inan) sebagai sebuah badan hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal  mereka dan mempunyai hak mengawasi (vothing right) perusahan sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan secara proporsional  dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai  dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan mengalami kerugian, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada masing-masing pemberi modal.  Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akadang diterapkan pada usaha atau proyek dimana bank membiayayai sebagian saja dari kebutuhan investasi atau modal ketjanya. Selebihnya dibiyayai sendiri oleh nasabah. Akad ini juga diterapkan pada sindikasi anntar bank ayau lembaga keuangan.
Dalam kontrak tersebut salah satu pihak dapat mengambil alih modal pihak lain sedang pihak lain tersebut menerima kembali modal mereka secara bertahap. Inilah yang disebut dengan musyarakah al-mutanakishah. Aplikasinya dalam perbankan adalah pada pembiayayaan proyek oleh bank bersama nasabahnya atau bank dengan lembaga keuangan lainnya. Dimana bagian dari bank atau lembga keuangan diambil alih oleh pihak lain nya dengan cara mengangsur. Akad ini jjuga dapat dilakukan pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedanngkan usahanya beralan terus dengan modal yang tetap.
b.    Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Kontrak mudhorobah adalah juga merupakan suatu bentuk Equity Financing, tetapi mempunyai bentuk (feture) yang berbeda dengan musyarakah. Didalam Mudharabah, hubungan kontrak bukan antar pemberi modal melainkan antara penyedia dana dengan entrepreneur. Didalam kontrak mudharabah seorang mudhorib memperoleh modal dari unit ekonomi  lainya untuk tujuan  melakukan perdagangan atau perniagaan. Mudhorrib dalam kontrak ini menjadi trustee atas modal tersebut.
Dalam hal objek yang di danai ditentukan oleh penyedia dana, mka kontrak tersebut dinamakanmudharabah al-muqoyyadah. Dia mengguanakan modal tersebut, dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, untuk menghasilkan keuntungan. Pada saat proyek sudah selesai, mudharrib akan mengembalikan  modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh                    shohib al-maal. Bank dan lembaga keuangan dalam kontrak ini dapat menjadi salah satu pihak. Mereka dapat menjadi penyedia dana dalam hubungan mereka dengan para penabung, atau dapat menjadi penyedia dana dalam hubunngan mereka dengan pihak yang mereka dari dana.

2.    Debt financing
Seperti firman Allah surah Al-Baqarah(2) ayat 275: yang artinya: “orang-orang yang makan (mengambil) rba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orag yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata  (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan menghramkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya  larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginnya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah)  kepada Allah . orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah  penghuni-penghuni neraka, maka kekal didalamnya.”
Dari ayat diatas jelas menunjukkan bahwa praktek Bungan adalah tidak sesuai dengan prinsip islam. Istilah jual beli (ba’i) memiliki arti yang secara umum meliputi semua tipe kontrak pertukaran, kecuali tipe kontrak yang dilarang oleh syariah. Jual beli berarti setiap kontrak pertukaran barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang (termasuk uang) dan jasa yang lain. Penyerahan jumlah atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan  dengan segera (cash) atau dengan tangguh (defferent). Oleh karenanya syarat-syarat al-bai dalam dep financing meyangkut berbagai  tipe dari kontrak jual beli tangguh (Deferred Contract of Exchange) yang meliputi  transaksi-transaksi sebagai berikkut:
a.    Prinsip jual beli
1)    Al murabbahah, yaitu kontrak jual beli dimana barang yang diperjual belikan tersebut diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar dikemudian hari secara sekaligus. Dalam praktiknya, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan sekaligus.
2)    Al-Bai’ Bitsaman Ajil, yaitu kontrak al-murabahah dimana barang yang dijual belikan  tersebut diserahkan dengan segera dengan harga atas barang tersebut dibaray dikemudian hari secara angsuran (installement defferent payment). Dalam prakteknya pada bank sama dengan murabahah, hanya saja kewajiban nasabah dilakukan secara angsuran.
3)    Ba’I as-Salam, yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang yang diperjual belikan dibayar dengan segera (secara sekaligus), sedangkan penyerahan atas barang tersebut dilakukan kemudian. Bai as salam ini biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian yang berjangka pendek. Dalam hal ini bank bertindak sebagai pembeli produk dan penyerahan uangnya lebih dulu sedangkan para nasabah menggunakannya sebagai modal untuk mengelola pertaniannya. Karena kewajiban nasabah kepada bank berupa produk pertanian, biasanya bank melakukan parallel salam yaitu mencari pembeli kedua sebelum saat panen tiba.
4)    Bai al-istisna’, hampir sama dengan bai as-salam yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian. Dalam praktiknya bank bertindak sebagai penjual kepada pemilik proyek dan mensupkannya kepada kontraktor.
b.    Prinsip sewa-beli
Sewa dan beli (ijarah dan iajara wa iqtina) oleh para ulama, secara bulet dianggap sebagai model pembiyayaan yang dibenarkan oleh syariat islam. Model ini secara konvensional dikenal sebagai lease dan financing lease. Al-ijarah atau sewa, adalah kontrak yang melibatkan suatu barang sebagai harga dengan jasa atau manfaat atas barang yang lainnya. Penyewa dapat juga diberikan option  untuk membeli barang yang isewakan tersebut pada saat sewa selesai, dan kontrak ini disebut Al-ijarah wa istina’, dimana akad sewa yang terjadi antara bank dengan nasabah dengan cicilan sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga barang.
3.    Al-Qord Al-hasan
Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank dapat memberikan fasilitas yang disebut al-qord al-hasan, yaitu penyediaan pinjman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Secara syariah peminjam hanya  berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah membolehan pinjaman untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya tetapi bank sama sekali dilarang untuk menerima imbalan apapun.
v  Produk penghimpunan dana (funding)
Bank islam menjalankan fungsi-fungsi financing tersebut adalah dalam kapasitasnya sebagai mudhorrib dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh daro para nasabah sebagai Shohib Al-Mal yang menyimpan dan menambahkan dananya pada bank melakui rekening-rekening sebagai berikut:
1.    Rekening koran (prinsip simpanan murni – al-wadi’ah)
Prinsip simpanan murni meruoakan fasilitas  yang diberikan oleh bank syratiah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yag kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadiah. Fasilitas al-wadi’ah bisa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya giro dan tabungan. Dalam dunia perbankan konvensional, al-wadiah identic dengan giro.
Jasa simpanan dana dalam bentuk rekening koran diberikan oleh bank diberikan oleh bank islam dengan prinsip Al-wadiah yad damamah, dimana penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan tersebut. Dengan prinsip ini, bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa oenitian dengan kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-waktu, sehingga bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan selama dana tersebut mengendap di bank. Nasabah sewaktu-waktu dapat menarik sebagan atau seluruh dana yang dimiliki. Dengan demikian mereka memerlukan jaminan pembayaran kembali dari bank atas simpanan mereka. Semua keuntungan yang dihasilkan dari oenggunaan dana ttersebut  selama mengandap di bank adalah menjadi hak bank. Bank diperbolehkan memberikan bonus kepada nasabah atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian. Bank menyediakan cek dan jasa-jasa lain yangberkaitan dengan rekening koran tersebuit.
Berdasarkan prinsip wadiah ini penerima simoanan juga dapat bertindak sebagai yad al-amanah (tangan penerima amanah), artinya ia tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusahan yang terjadi pada asset titioan selama hal ini bukan akibat kelalaian atau kecerobohan yangbersangkutan (terjadi karena factor diluar kemampuan penerima simpanan). Penerapan dalam perbankan dapat kita saksikan, misalnya dalam pelayanan safe deposit box.
2.    Rekening tabungan
Bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali berikut kemungkinan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip wadiah. Bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunkan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menariknya sewaktu-waktu atau dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, namun berbeda dengan rekening koran, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang bersal dari sebagian keuntunngan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-bjasa yang berkaitan dengan rekening tersebut.
3.    Rekening investasi umum
Bank menerima simoanan dari nasabah yang mencari kesempatan innestasi dari dana mereka dalam bentuk rekening investasi umum berdasakan investasi umum berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqoh. Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank sapat menerima simoanan tersebt untuk jangka waktu tertentu. Dalam hal ini bank bertindak sebagai mudhorib dan nasaah bertindak sebagai shohibul mal. Sedang keduanya menyepakati pembagian laba yang dihasilkan dari oenanaman modal tersebut dengan nisbah tertentu. Dalam hal terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan keuntungan.
4.    Rekening investasi kusus
Bank dapat juga menerima simanan dari pemerintah atau nasabah korporasi dalam  bentuk rekening simpanan kusus. Rekening ini juga dioperasikan berdasarkan prinsip mudhorobah,tetapibentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungan biasanya dinegosiasikan secara perkasus (mudharabah muqoyyadah).
v  Produk jasa-jasa
1.    Rahn
Adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya. Akad ini dapat digunakan tambahan pada pembiayayan yang beresiko dan memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga dapat menjadi produk tersendiri untuk melayani kebutuhan nasabah untuk keperluan yangbersifat jasa dan konsumtif, seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya.  Lembaga keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang yang digadaikan tersebut.
2.    Wakalah
Adalah akad perwakilan antara dua pihak. Dalam aplikasinya pada perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan letter of credit atau LC atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari luar negeri L/C ekspor. Wakalah juga diterapkan untuk mantranfer dana nasabah kepada pihak lain.
3.    Kafalah
Adalah akad jaminan satu pihak keoada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, akad ini terlihat dalam penerbitan garansi bank, baik dalam rangka mengikuti tander, pelaksanaan proyek, ataupun jaminan atas pembayaran lebih dulu.
4.    Hawalah
Adalah akad pemindahan hutang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Praktiknya dapat dilihat pada  transaksi anjak piutang. Namun kebanyakan ualam tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas pemindahan utang piutang tersebut.
5.    Ji’alah
Adalah suatu  kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tententu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah.
6.    Sharf
Adalah transaksi pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing asing dipertukarkan dengan mata uang domestic atau dengan mata uang asing lainnya.
Bank islam sebagai lembaga keuangan dapat menetapkan prinsip ini dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam beberapa hadis antara lain:
a.    Harus tunai
b.    Serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak
c.    Bila dipertukarkan mata uang yang sama harus dalam jumlah/kuantitas yang sama.
Sebagaimana diuraikan bahwa prinsip-prinsip dasar system ekonomi islam akan menjadi dasar beroperasinya bank islam yaitu yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep Bungan uanng dan yang tidak kalah  pentingnya adalah untuk tujuan komersial islam tidak mengenal peminjaman uang, tetapi adalah kemitraan/ kerjasama dengan prinsip bagi hasil, sedangkan peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan social tanpa adanya imbalan apapun.
Didalam menjalankan  operasinya fungsi bank islam akan terdiri dari:
1.    Sebagai penerima amanah untuk malakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi (deposan) atas dasar prinsip bagi hasil sesuai denngan kebijakan bank.
2.    Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana (shohibul mal) sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal inni bank bertindak sebagai manajer investasi).
3.    Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah islam.
4.    Sebagai pengelola fungsi social seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan serta penyaluran dana kebajikan (fungsi optional).


Dari fungsi tersebut maka produk bank islam akan terdiri dari:
1.    Prinsip mudharabah, yaitu perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (sohibul mal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharrib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedagkan kerugian yang timbul adalah resiko pemillik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudharrib melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah. Berdasarkan kewenangan yang diberikan  kepada mudhorib maka mudharraabah dibedakan menjadi  mudharabah mutlaqah dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetukan pilihan investasi yang dikehendki, sedanngkan jenis yang lain adalah muhdorobah muqaiydah dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudhorrib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.
2.    Prinsip musyarakah, yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodic atau sekaligus diakhir masa proyek.
3.    Prinsip wadiah yaitu titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekwensi titipan tersebut  sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan.
4.    Prinsip jual beli (al-buyu’)
a.    Murabahah, yaitu akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Murabahah dapat secara tunai maupun cicilan.
b.    Salam, yaitu pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian.
c.    Ishtisna’, yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk  pembuatan sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayarannya dimuka sekaligus atau secara bertahap.


5.    Jasa-jasa terdiri atas:
a.    Ijarah, yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut jarah mumtahiya bi tamlik (sama dengan operating lease)
b.    Wakalah,Adalah akad perwakilan antara dua pihak. Dalam aplikasinya pada perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan letter of credit atau LC atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari luar negeri L/C ekspor. Wakalah juga diterapkan untuk mantranfer dana nasabah kepada pihak lain.
c.    Kafalah, Adalah akad jaminan satu pihak keoada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, akad ini terlihat dalam penerbitan garansi bank, baik dalam rangka mengikuti tander, pelaksanaan proyek, ataupun jaminan atas pembayaran lebih dulu.
d.    Sharf, Adalah transaksi pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing asing dipertukarkan dengan mata uang domestic atau dengan mata uang asing lainnya.
6.    Prinsip kebajikan, yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam bentuk zakat infak sedekah dan lainya serta penyaluran alqardul hasan, yaitu penyaluran dan dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan pengunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.
Islam telah menjelaskan prinsip-prinsip dasar ekonominya, bahkan banyak sekali istilah-istilah  bisnis yang dipakai dalam Bahasa Al-quran dan hadist seperti kredit, jual beli, gadai, dan lainnya. Adapun prinsip-prinsip dasar ekonomi islam yang selama inidikenal melalui bank islam adalah nilai-nilai etika dan norma ekonomi yang universal dan komprehensif. Keunifersalan itu sengaja diberikan kepada umat untuk memberikan kesempatan padanya agar berinovasi dan berkreasi dalam mengatur system ekonominya dengan syarat tidak keluar dari keranga ummumnya sehingga system ekonomi islam akan senantiasa valid dan cocok untuk setiap perubahan waktu dan perbedaan tempat dan mampu memerankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi ini.



E.   PRINSIP DASAR AKUNTANSI BANK ISLAM
Dengan prinsip operasi yangberbeda dengan bank konvensional memberikan implikasi berbeda pada prinsip akuntansi baik dari segi penyajian maupun  pelaporannya. Laporan akuntannsi akuntansi bank islm akan trerdiri dari:
1.    Laporan posisi keuangan/neraca
a.    Laporan laba rugi
b.    Laporan arus kas
c.    Laporan perubahan modal
d.    Laporan perubahan investasi tidak bebas/terbatas
e.    Catatan ataslaporan keuangan
f.     Laporan sumber dan penggunaan zakat
g.    Laporan sumber dan penggunaan dana qord
2.    Giro dan tabungan wadiah dicacat/disajikan sebagai hutang dalam neraca.
3.    Rekening investasi mudharabah bebas/deposito dicatat/disajikan sebagai rekening tersendiri antara hutang dan modal.
4.    Rekening investasi tidak bebas dicatat terpisah sebagai off balance shet account dalam bentuk lapooran perubahan posisi investasi tidak bebas.
5.    Piutang murabahah dicatat   sebesar sisa harga jual yang belum tertagih  dikurangi dengan margin yang belum diterima.
6.    Investasi mudharabah dan musyarakah disajikan sebesar sisa nilai modal yang  disertakan atau diinvestasikan.
7.    Asset yang disewakan dicatat sebesar harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
8.    Pendapatan pada umumnya diakui secara cash basis, sedangkan beban tetap secara accrual basis.
9.    Bagi hasil antara mudhorib dan shohibul mal dilakukan atas profit loss sharing atau revenue sharing, sedangkan pendapatan bank yangberasal dari investasi dana sendiri atau dari dana yang bukan berasal dari rekening investasi sepenuhnya menjadi pendapatan bank. Disamping itu, pendapatan jasa bank sepenuhnya menjadi pendapatan bank yang tidak dibagihasilkan.
Prinsip akuntansi bank islam mengacu pada accounting and auditing standart for Islamic finansial instuition yang diterbitkan oleh accounting and auditing organization for Islamic financial instuitional yangberpusat dibahrian yang didirikan pada tahun 1991 atas perkarsa IDB dan beberapa lembaga keuangan islam besar dan sekarang telah mempunyai anggota hampir seluruh lembaga keuangan islam.
F.    KEBUTUHAN OPERASIONAL BANK ISLAM
Kemampuan dan istrumen yang dibutuhkan bank islam unik dan khas, disamping harus menguasai system operasional konvensional, ia juga harus menguasai system islamnya, begitupula instrument dan produk bank islam harus sesuai dengan syariah, ekonomis, dan strategis. Untuk memperjelas hal tersebut, maka akan dibahas dua hal yang merupakan kebutuhan utama dan keharusan suatu bank islam, yaitu:
1.    Sumber daya manusia
Sebaik apapun sebuah konsep apabila tidak didukung oleh SDM yang berkualitas dan memenuhi syarat, maka konsep tersebut akan menjadi tidak berarti karena SDM yang tidak memenuhi syarat tidak akan mempu menerjemahkan visi dan misi yang terkandung dalam konsep tadi secara benar, apalagi yangberhubungan dengan halal atau haramnya suatu produk. Oleh karena itu perbankan islam harus dituntut untuk menyiapkan SDM yang memenuhi syarat untuk menjalankan operasional bank islam.
Adapun hal-hal yang perlu dimiliki oleh para praktisi bank islam adalah sebagai berikut:
a.    Menguasai kemampuan ganda, yaitu operasional bank konvensional dan operasional bank islam (terutama haram dan halalnya suatu produk bank). Dalam istilah al-qowy (mampu).
b.    Mempunyai track record yang baik dan bersih (beriman dan bertaqwa). Dalam istilah alquran dikenal dengan istilah al-amin.
c.    Menempatkan SDM sesuai dengan job dan kapasitasnya. Dalam istilah hadis dikenal dengan istilah:”celakalah orang yang tidak tahu kadar kemampuannya”.
2.    Instrument dan produk bank islam
Instrument dan produk bank yang selama ini digunakan bank yang selama ini digunakan bank islam masih terbatas pada bentuk-bentuk klasik yang dimodivikasi atau menjiplak instrument dan produk bank konvensional padahal islam tidak permah membatasi dan menetukan istrumen dan produk tertentu dalam menjalankan ekonominnya (bank islam) bahkan menyeluruh umatnya untuk selalu berinovasi dan  berkreasi. Dari point inilah sebenarnya bank-bank islam bisa bergerak dan berkembang.
Adapun istrumen dan produk ekonomi yang pernah dilakukan Rosulullah dan sahabatnya adalah bentuk-bentuk instrument yang cocok dan dikenal oada saat itu saja dan bukan sebagai instrument yang haus diimplementasikan untuk setiap waktu dan tempat. Oleh karena itu bank islam dituntut untuk melakkukan inovasi dalam menciptakan instrument dan produk bank islam yang mempunyai nilai strategi dan nilai ekonomi yang tinggi dalam bentuk apapun selama tetap ada dalam kerangka nilai-nilai universal ekonomi islam.
Untuk menghadapi tuntutan tadi, bank islam dituntut untuk berinovasi dan berusaha dalam mengembangkan ekonomi islam dalam bank islam. Untuk menciptakan instrument dan produk baru bank islam dan mengembangkannya diperlukan kiat-kiat tertentu, yaitu:
a.    Meyakini bahwa investasi dan mencari keuntungan adalah kewajiban dan bagian dari ibadah social.
b.    Melakukan penelitian dan kajian tentang bentuk-bentuk  investasi yang cocok, unggul, dan punyai nilai strategis untuk bangsa Indonesia, karena dengan  menunggu adanya usulan dan inisiatif  dari masyarakat tidak akan bisa memberi kontribusi yang maksimal.
c.    Mengembangkan dan menggunakan instrument dan produk bank islam yang ada secara serius dan komprehensif tanpa memfokuskan pada salah satu instrument tertentu dan meninggalkan yang lainnya. Hal itu akan memberikan peluang yang lebih banyak bagi para nasabah bank islam dan sebagai bukti kemapanan sebuah konsep.
d.    Menciptakan instrument dan produk baru yang inovatif, punya nilai ekonomi yang tinggi dan tersentuh langsung dengan masyarakat, hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan strategi tak kenal maka tak sayang artinya bank islam perlu menciptakan instrument dan produk yang dibutuhkan.
e.    Memodifikasi dan memperbaharui instrument produk bank yang lama dengan instrument dan ptoduk yangn sesuai dengan perkembangan waktu, kompetitif, dan unggul dipasar investasi global dan local.
3.    Realitas perbankan islam Indonesia
Bank islam yang ada di Indonesia sedikit berbeda dengan bank-bank islam yang ada di Negara-negara lain seperti Negara-negara lain seperti Negara-negara timur tengah. Pelayanan social pada perbankan islam di Indonesia masih sangat terbatas, bahkan dibatasi oleh undah-undang, dimana bank islam di Indonesia tidak boleh melakukan pelayanan social yang selama ini menjadi kewenangan lembaga-lembaga social. Disamping itu, instrument dan produk bank islam masih banyak mengandalkan system murabahah padahal bank islam itu mempunyai banyak system investasi yang lebih unggul dan aman seperti mudharabah, musyarakah, dan lainnya.
Memang seatu hal yang wajar apabila bank islam belum mempu bersaing dengan bank-bank islam ditimur tengah karena bank bank islam ditimur tengah sudah lama berada dihati masyarakat, mendapat dukungan masyarakat dan pemerintahnya melalui deposito yang disimpan di bank islam, deregulasi pemerintah dan undang-undang yang mendukung dan mengatur secara kusus tentng system perbankan islam seperti halnyanegara Saudi dll.
Berdasarkan hal tersebut, perbankan islam di Indonesia di tuntut untuk lebih giat mengambanngkan usahanya, baik dalam sosialisasi, inovasi instrument, dan produk bank, pemberian pelayanan yang memuaskan dan memfungsikan bank islam bukan hanya sekedar sebagai lembaga finansial dan komersial, tetapi lembaga keuangan social karena dengan masuknya bank islam dakam kegiatan social akan melahirkan sentiment positif dalam berbagai hal.
4.    Tantangan permasalahan perbankan islam
Umur yang relative singkat, instrument dan produk yang terbatas, sumberdaya manusia yang kurang, dan asset yang masih kecil adalah tantangn bank islam yang harus dikuasai dan dimaklumkan, selama ada kemauan yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh insyaallah bank islam kan bertahan dan unggul. Tantangan tadi disamping sebagai motifasi, juga kendala dan hambatan yang harus dilewati oleh bank islam.
Adapun permasalahan yang banyak dihadapi bank-bank islam antara lain adalah:
a.    Terpaku pada pengembangan konsep tanpa memperhatikan dinamika SDM-nya bank islam seolah-olah disibukkan dengan jargon “how to Islamize our banking system” dan lupa akan wacana “how to Islamize the people involved in the banking industry”. Banyak masalah bank islam disebabkan pemahaman dan kesadaran para praktisi bank islam akan prinsip-prinsip ekonomi islam belum sepenuhnya dimengerti.
b.    Terbatasnya fatwa MUI sebagai landasan operasinal bank islam, sehingga membuat ruang gerak bisnis bank islam menjadi sangat terbatas.
c.    Terbatasnya lembaga pendidikan yang menyiapkan  SDM yang memenuhi persyaratan khusus yang dibutuhkan serta pertumbuhan bisnis islam lebih cepat dibandingan kemampuan menyiapkan SDM.
d.    Membatasi instrument dan produk bank pada bentuk tertentu sehingga bank bank islam kesulitan dalam mengembangkannya, bahkan terjebak dalam siklus investasi yang sempit. Hal ini menunjukkan tidak adanya keberanian dan kemauan yang sungguh-sungguh dari para pelaku bank islam. Dengan memberikan pilihan bentuk investasi kepada para klien akan memilih instrument tadi sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan peluangnya. Berbeda apabila bank islam hanya menyediakan instrument investasi dalam bentuk-bentuk tertentu, dimana seorang klien dengan terpaksa hanya mengandalkan instrument yang tersedia, hal itu bisa berakibat fatal apabila kemampuan klien dengan peluangnya tidak bisa dikembangkan pada instrument yang tersedia pada bank islam.
e.    Kurang sosialisasi dan komunikasi, bank islam kini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Perkembangan perbankan islam yang pesat serta pelajaran yang diberikan oleh krisis keuangan yang terjadi 1997, telah memunculkan harapan pada sebagian masyarakat bahwa pengembangan ekonomi islam merupakan suatu solusi bagi peningkatan ketahanan ekonomi nasional, juga sebagai pelaksanaan kewajiban syariah islam.
Disisi lain, harapan diatas belum diiringi oleh pemahaman masyarakat yang cukup atas ekonomi islam itu sendiri. Kondisi ini akan mempengaruhi eksistensi dan pertumbuhan bank islam. Oleh karenanya, tindakan antisipatif tentu perlu dilakukan, yaitu sosialisasi dan komunikasi mengenai ekonomi islam, yang dalam hal ini diwakili lembaga perbankan islam perlu digalakan dan ditingkatkan.
Memang kegiatan sosialisasi dan komunikasi ekonomi islam dirasakan masih kurang yang bermuara pada kurang efektifnya kegiatan tersebut. Hal itu disebabkan belum adanya kebersamaan dalam kegiatan sosialisasi dan komunikasi ekonomi islam.
Kurang berfungsinya lembaga-lembaga yang diharapkan dapat mengkomunikasikan ekonomi islam kepada masyarakat.
f.     Kurang dukungan pemerintah dan masyarakat. Hal ini terlihat pada kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pertumbuhan bank islam dan pengembangan selama ini dengan berlarut-larutnya pembahasannya undang-undang perbankan islam, meskipun akhirnya disahkan juga serta tidak adanya deputi khusus di bank Indonesia yang mengelola khusus tentang bank islam adalah tantangan dan permasalahan bank islam.
G.   LANGKAH-LANGKAH MEMBANGUN BANK ISLAM YANG MANDIRI, UNGGUL, DAN PELUANGNYA
Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam rangkan membangun bank islam yang berdasarkan ajaran islam, yaitu:
1.    Meningkatkan sosialisasi bank islam dan komunikasi antar bank islam dan lembaga-lembaga keuangan islam.
Bahwa ekonomi islam bukanlah semata-mata menyangkut aspek ibadah ritual saja, tetapi juga menyentuh dimensi-dimensi yang bersifat muamalah. Ekonomi islam pun bukan semata-mata bersifat eklusif  bagi umat islam saja, tetapi juga bermanfaat bagi kalangan umat beragama lainnya.
2.    Mengambangkan dan menyempurnakan instuisi-instuisi keuangan islam yang telah ada
Jangan sampai transaksi-transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip  ajaran islam. Karena itu, dibutuhkan pengawasan yang ketat terhadap aktivitas instuisi ekonomi islam yang ada, baik itu perbankan islam, asuransi islam, dana pension islam dan lain-lain. Disini dituntut optimalisasi  peran DSN MUI sebagai instuisis yang memberikan keputusan/fatwa apakah transaksi-transaksi ekonomi yang dilakukan oleh bank islam telah sesuai dengan islam atau belum? Demikian pula dengan masyarakat luas, yang dituntut pula untuk berperan aktif mengawasi, mengontrol, dan memberikan masukan yang bersifat kontruktif bagi perbaikan dan penyempurnaan kinerja lembaga-lembaga ekonomi islam.
3.    Memperbaiki dan mengoreksi berbagai regulasi yang ada secara berkesinambungan
Perangkat perundang-undangan dan peraturan lainnya perlu terus diperbaiki dandisempurnakan. Bersyukur telah memiliki beberapa perangkat perundang-undangan yang menjadi landasan pengembangan ekonomi islam.
4.    Melakukan kerja sama dengan bank-bank islam lainnya dan kembaga keuangan islam, dalam, dam luar negeri untuk melakukan koordinasi dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi islam.
5.    Meningkatkan pelayanan produk-produk bank islam yang selama ini dianggap lamban dan kaku.
6.    Meningkatkan kwalitas SDM yang memiliki kualifikasi dan wawasan ekonomi islam yang memadai.
Adapun peluang perbankan islam di Indonesia, dalam jangla waktu sepuluh tahun kedepan, dibutuhkan tidak kurang dari 14.000 SDM yang memiliki kwalifikasi dan keahlian dibidang ekonomi islam. Tentu ini merupakan peluang yang sangat prospektif sekaligus sebagai tantangan bagi lembaga-lembaga pendidikan yang telah ada. Sudah saatnya kajian ekonomi islam mendapat ruang yang lebih luas lagi diperguruan tinggi.[1]
    II.        ASPEK  KELEMBAGANAAN OPERASIONAL PERBANKAN ISLAM
A.   PENDIRIAN BANK UMUM SYARIAH
Untuk mendirikan bank umum syariah menurut PBI No.7/35/PBI/2005, modal disetor sekurang-kurangnya sebesar Rp.1.000.000.000.000,- (sati trilyun rupiah). sedangkan menurut pasal 5 PBI No.6/24/PBI/2004, bank hanya dapat didirikan oleh warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia, atau warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum inndonesia denganwarga Negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan. Kepemilikan yang berasal dari warga negra asing dan/atau badan hukum  asing disebut setinggi-tingginya sebesar 99% dari modal disetor bank.
Kepemilikan bank oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersing badan hukum yang bersangkutan. Ketentuan modal sendiri bersih wajib dipenuhi pada saat badan hukum yangbersanngkutan melakukan penyetoran modal untuk penderian bank atau pada saat badan hukum yang bersangkutan melakukan penambahan modal disetor di bank. Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank dilarang:
a.    Berasal dari pinjman atau fasilitas pembiyayaan dalam bentuk apa pun dari bank dan/atau pihak lain
b.    Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah  termasuk dari/dan/ untuk tujuan pencurian uang.
Yang dapat menjadi pemilik bank adalah pihak-pihak yang:
a.    Tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham atau pengurus bank yang sesuai dengan ketentuan yang diterapan oleh BI.
b.    Menurut penilaian bank Indonesia yangbersangkutan memiliki integritas yang baik, yaitu memiliki akhlak dan moral yang baik, mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan memilik komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank sehat.
Pemegang saham pengendali ajib memenuhi persyaratan, bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesualitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Penggantian dan penambahan pemilik bank atau pemegang saham pengendali tunduk kepada tatacara penggantian dan penambahan pemilik bank yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang marger, konsolidasi, dan akuisisi bank, serta mengenai pembelian saham bank umum.
Perubahan komposisi kepemilikan bank yang tidak mengakibatkan penggantian dan atau penambahan pemilik wajib dilaporkan oleh bank kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah perubahan  dilakukan. Sedangkan, laporan perubahan komposisi kepemilikan yang diakibatkan oleh adanya penambahan modal disetor wajib disertai dengan bukti penyetoran, notulen rapat umum pemegang saham/rapat anggota, surat pernyataan mengenai pelunasan modal disetor dan data kepemilikan. Laporan perubahan komposisi kepemilikan yang tidak mengubah jumlah modal disetor wajib disertai dengan dokumen yang diminta.
Perubahan modal dasar bagi bank yang berbentuk hukum perseroan terbatas/perusahaan daerah, wajib dilaporkan bank kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal diterimanya persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi berwenang disertai dengan notulen rapat umum pemegang saham dan akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instalasi berwenang.
Selain itu pihak-pihak yang mengajukan permohonan pendirian bank wajib melakukan presentasi kepada bank Indonesia mengenai keselurhan rencana pendirian bank.
Persetujuan ini berlaku untuk jangka waktu 360 hari terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip dikeluarkan. Pihak yang telahh mendapat persetujuan prinsip dilarang melakukan usaha perbankan sebelum mendapat izin usaha. Setelah jangka waktu yang telah ditentukan pihak yang telah mendapat persetujuan prinsip belum mengajukan permohonan izin usaha kepada gubernur bank Indonesia, maka persetujuan prinsip yang telah diberikan ditanyakan tidak berlaku.
Menurut pasal  9 PBN No.6/24/PBI/2004, permohonan untuk memperoleh izin usaha diajukan oleh pihak yang telah mendapatkan persetujuan prinsip kepada gubernur bank Indonesia dan wajib disertai dengan:
a.    Akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang.
b.    Data  kepemilikan yang masing-masing disertai dokumen yang telah diminta dalam hal terjadi perubahan
c.    Daftar susunan direksi dan dewan komisaris, disertai dengan identitas dan dokumen dalam hal terjadi perubahan
d.    Dokumen lainnya yang telah diajukan sebelumnya dengan hal terjadi perubahan
e.    Bukti pelunasan modal disetor minimum.
f.     Bukti kesiapan operasional
g.    Surat pernyataan dari pemegang saham bagi bank, bahwa pelunasan modal disetor tidak berasal dari pembiyayaan atu fasilitas pembiyayaan dalam bentuk apaun dari pihak lain. Dan tidak berasal dari sumber dana yang diharamkan oleh islam.
Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha diberikan selambat-lambatnya 60 dari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. Dalam rangka memberian persetujuan atau penolakan bank Indonesia melakukan:
a.    Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen
b.    Wawancara terhadap pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah dalam dewan pengawas syariah dalam hal tersebut penggantian atas calon yang diajukan sebelumnya.
Bani yang telah mendapatkan izin usaha dari gubernur bank Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha perbankan selambat-lambatnya 60 hari terhitung sejak tanggal izin usaha dikeluarkan. Pelaksanaan kegiatan usaha di wajib dilaporkan olh direksi bank kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setlah tanggal pelaksanaan kegiatan operasional. Apabila setelah jangka waktu  yang telah ditentukan bank umum melakukan kegiatan usaha, gubernur bank Indonesia membatalkan izin usaha yang telah dikeluarkan. Bank yang telah mendapatkan izin usaha dari gubernur bank Indonesia wajib mencantumkan secara jelas kata syariah sesudah kata bank pada  penulisan namanya.
B.   PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM KONVENSIONAL MENJADI BANK UMUM SYARIAH
Bagi bank konvensional yang ingin mengubah kegiatan usahanya menjadi bank syariah harus memenuhi ketentuan yang terdapat pada PBI No. 8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bank syariah oleh bank umum  konvensional, yaitu harus dengan izin dari gubernur bank isndonesia dengan mencantumkan rencana perubahan tersebut dengan rencana bisnis bank.
Persetujuan atau penolakan atas permohonan isin perubahan kegiatan usaha persetujuan prinsip tersebut diberikan selambat-lambatnya dalam jangka watu 60 hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap setelah bank Indonesia melakukan hal-hal berikut ini:
a.    Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen-dokumen yang telah ditentukan
b.    Analisi yang mencakup antara lain kemampuan bank termasuk tingkat kesehatan, tignkat persaingan yang sehat antar bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, tingkat kejenuhan jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan peluang pasar.
c.    Wawancara terhadap calon pemegang saham pengendali, calon anggota dewan komisaris dan calon anggota direksi dan calon dewan pengawas syariah.
d.    Bank yang mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha melakukan presentasi kepada bank Indonesia mengenai keseluruhan rencana perubahan kegiatan usaha bank.
Izin perubahan kegiatan usaha berlaku sejak tanggal persetujuan perubahan anggaran dasr untuk  instansi berwnang atau tanggal pendaftaran akta perubahan anggaran dasar dalam daftar perusahaan apabila perubahan anggaran dasar tidak memerlukan persetujuan instansi yangberwenang.
Bank yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha wajib melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah paling lambat 60 hari sejak izin perubahan kegiatan usaha diberlakukan dan pelaksanaannya wajib dilaporkan oleh direksi kepada bank Indonesia  paling lambat 10 hari setelah tanggal dimulainya pelaksanaan kegiatan usaha tersebut. Apabila setelah jangka waktu tersebut bank belum melaksanakan kegiatan usahanya, maka izin perubahan kegiatan usaha yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku.
Selain itu, bank bank yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban debitor dan kreditor dari kegiatan konvensional selambat-lambatnya 360 hari sejak tanggal izin perubahan kegiatan dikeluarkan. Namun, bank Indonesia dapat memperpanjang jangka waktu penyelesaian tersebut paling lambat 30 hari sebelkum berakhirnya jangka waktu diatas untu tujuan penyelesaian aktiva produktif kegiatan kegiatan usaha secara konvensional yang telah dihapus buku.  Bank yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, kecuali dalam rangka penyelesaian transaksi-transaksi diatas. Bank tersebut wajib mencantumkan secara jelas kata syariah setelah kata bank pada penulisan namanya.
Bank yang semua memiliki izin usaha sebagai bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan telah memperoleh izin perubahan kegiatan usaha menjadi bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, dilaranng untuk mengubah kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah menjadi kegiatan usaha secara konvensional.
C.   PEMBUKAAN KANTOR YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH OLEH BANK
Bang umum konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha syariah wajib membentuk unit usaha syariah di kantor pusat bank yangberfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah yang mempunyai tugas:
a.    Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah dan atau unit syariah
b.    Menempatkan dan mengelola dana yang bersumber dari kantor cabang syariah dab unit usaha syariah
c.    Menerima dan menata usahakan laporan keuangan dari kantor cabang syariah dan/unit syariah
d.    Melakukan kegiatan lain sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah atau unit syariah.
Bank yang telah membuka unit usaha syariah, dapat membuka kantor cabang syariah dengan izin dari gubernur bank Indonesia, dengan cara:
a.    Membuka kantor cabang syariah yang baru
b.    Mengubah kegiatan usaha kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor cabang syariah
c.    Meningkatkan status dibawah kantor cabang menjadi kantor cabang syariah
d.    Mengubah kegiatan usaha kantor cabang yang sebelumnya telah membuka unit syariah menjadi kantor cabang syariah
e.    Meningkatkan status kantor cabang pembantu yang sebelumnya telah membuka unit syariah menjadi kantor cabang syariah
f.     Membuka kantor cabang syariah baru yang berasal daru unit syariah dan kantor cabang atau kantor cabang pembantu, di lokasi yang sama atau luar lokasi kantor cabang pembantu dimana unit usaha syariah sebelumnya berbrda.
Pemberian izin untuk poin a sampai dengan c dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
1.    Persetujuan prinsip, yang merupakan persetujuan untuk melakukan persiapan pembukuan kantor cabang syariah (KSC)
2.    Izin pembukuan KSC, yaitu izin untuk melakukan kegiatan usaha KSC setelah persiapan persetujuan prinsip.
Pemberian izin untuk poin d sampai f diberikan dalam satu tahap, yaitu langsung izin pembukaan kantor cabang syariah tanpa melalui persetujuan prinsip. Pembukaan kantor cabang syariah pada poin d sampai dengan f merupakan pembukaan unit usaha syariah yang hanya dapat dilakukan setelah bank memiliki unit usaha syariah.
Bank yang membuka kantor cabang syariah wajib menyisihkan modal kerja untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah minimum  untuk menutupi biaya operasional awaldan memenuhi rasio kewajiban penyedia modal minimum bagi unit usaha syariah.
Bank yang mewakili kantor cabang syariah wajib memiliki pembukuan dan pencataan tersendiri untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan menyusun laporan keuangan berdasarkan prinsip syariah dan memasukkan laporan tersebut kedalam laporan keuangan gabungan.

D.   LAYANAN SYARIAH
Hal baru yang diatur dalam PBI No.8/3/PBI/2006 adalah adanya mekanisme layanan syariah. Layanan syariah adalah kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan dikantor cabang dan atau di kantor dibawah kantor cabang untuk dan di atas nama kantor cabang syariah pada bank yang sama. Hal ini berarti PBI telah membuka kemungkinan layanan penghimpunan dana yang dilakukan bank konvensional yang memiliki usaha unit syariah. Adapun syarat-syarat yang hars dipenuhi dalam melakukan layanan syariah tersebut adalah sebagi berikut:
a.    Rencana  layanan syariah wajib dicantumkan dalam rencana bisnis bank yang telah mendapat penegasan dari bank isdonesia
b.    Layanan syariah dapat dibuka:
·         Dalam satu wilayah kerja kantor bank Indonesia dngan kantor cabang syariah induknya
·         Dengan menggunakan pola kerja sama antara kantor cabang syariah induknnya dengan kantor cabang pembantu
·         Dengan menggunakan SDM sendiri bank yang telah memiliki pengeluaran mengenai produk dan operasional bank syariah.
c.    Layanan syariah waib
·         Memiliki pencatatatn dan pembukuan yang terpisah dari kantor cabang dan kantor cabang pembantu
·         Menggunakan standar akuntansi yang berlaku bagi perbankan syariah
·         Melaporkan keuangan layanan syariah dengan menggabungkan laporan keuangan kantor cabang syariah induknya pada hari yang sama.
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal akuntansi, system akuntansi kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berlaku bagi perbankan syariah.
Bank yang memiliki kantor cabang syariah dan unit syariah wajib memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan menyusun laporan keuangan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
E.   STRUKTUR KEPENGURUSAN DALAM MELAKUKAN SISTEM OPERASIONAL BANK ISLAM
Untuk memenuhi tuntuktan kinerja bank islam yang efektif, efisien, berintegritas tinggi, dan melakukan kegiatan usahanya berdasarkan rinsip kehati-hatian diharapkan manajement bank islam memiliki kewenangan dan diberi fungsi yang tegas dan pasti, agar dapat menjamin terselenggarakan kinerja perbankan islam yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, transparan, dan memberikan pendidikan kepada masyarakat, menjagakehati-hatian dan kejujuran serta provisional.
Untuk menunjang kinerja tersebut, selain memiliki struktur organisasi internal seperti itu, diperlukan juga adanya instuisi pendukung seperti auditor syariah, pasar keuangan syariah, forum komunikasi pengembang perbankan islam, lembaga penjamin pembiyayaan syariah, pusat informasi keuangan syariah, dan lembaga yang menangani sekuritisasi asset bagi bank islam yang menginginkan peningkatan likuiditasnya.
1.    Direksi dan Dewan Komisaris
Direksi bagi BUS dan BPRS yang berbentuk hukum perseroan terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 4 undang-undang No.1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. BUS dan BPRS yang berbentuk hukum perusahaan daerah adalah direksi sebagaimana disebut dalam pasal 11 undang-undang no.5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah. Direksi dari BUS dan BPRS yang berbentuk hukum koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 undang-undang no.25 tahun 1992 tentang perkoperasian.
Komisaris bagi BUS dan BPRS tang berbentuk badan hukum PT adalah komosaris sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 5 undang-undang no.1 tahun 1995 tentang PT BUS dan BPRS yang berbentuk  perusahaan daerah  adalah pengawas sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 undang-undang no.5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah. BUS dan BPRS yangberbentuk koperasi adalah pengawas sebagaimana yang dumaksud dalam pasal 38 undang-undang no.25 tahun 1992 tentanng perkoperasian.
Anggota direksi dan dewan komisasris wajib memenuhi persyaratan:
a.    Tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham atau pengurus bank sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bani Indonesia
b.    Menurut penilain BI yang bersangkutan memiliki kompetensi dan integritas yang baik, yaitu pihak-pihak yang:
·         Memiliki akhlak dan moral yang baik
·         Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
·         Memiliki komitmen yang tinggi dalam mengikuti fatwa dewan syariah nasional
·         Mempunyai kemampuan dalam menjalankan tugas dan reputasi mengawasi kegiatan usaha bank agar sesuai dengan prinsip syariah
Pasal 22 PBI No. 6/24/PBI/2004 menjelaskan bahwa bank yyang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan warga Negara asing sebagai anggota direksi dan dewan komsaris. Diantara anggota direksi dan dewan komisaris bank, sekurang-kurangnya terdapat satu orang anggota direksi dan 1 orang dewan komisaris berwarga negaraan Indonesia.
Untuk direksi bank, sekurang-kurangnya berjumlah 2 orang yang berpengalaman dalam operasional bank syariah sekurang-kurangnya 2 tahun sebagai pejabat eksekutif. Adapun direktur utama bank wajib berasal dari pihak yang independen terhadap pemegang saham pengendali.
Pasal 24 PBI No. 6/24/PBi/2004, menguraikan mengenai larangan yang harus dipatuhi oleh direksi bank, yaitu:
a.    Sesame anggota direksi saling memiliki hubungan keluarga sampai derajad kedua termasuk besan
b.    Saling memiliki hubungan keluarga sampai derajad kedua termasuk dengan anggota dewan komisaris
c.    Merangkap jabatan sebagai anggota direksi, dewan komisaris atau pejabat eksekutif pada bank, perusahaan atau lembaga lain
d.    Memiliki sahal melebihi 25% dari modal disetor pada suatu perusahaan lain, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
e.    Memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewennang tanpa batas.
Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh anggota dewan komisaris adalah sebagai berikut:
a.    Wajib memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang perbankan
b.    Hanya dapat merangkap jabatan sebagai:
·         Anggota dewan komisaris sebanyak-banyaknya pada1 1 bank lain
·         Anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif yang memerlukan tanggung jawab penuh sebanyak-banyaknya pada dua lembaga lain bukan bank
c.    Dilarang saling memiliki hubungan keluarga smpai derajad kedua dengan ssama anggota dewan komisaris.
Adapun ketentuan  dan persyaratan terhadap  direksi dan dewan komisaris untuk BPRS pada umumnya adalah sama dengan bank syariah. Namun ada beberapa perbedaan seperti yang dijelaskan pada PBI No. 6/17/PBI/2004 berikut ini.
Anggota direksi dan dewan komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    Integritas, yaitu memiliki akhlak dan moral yang baik, komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat, dan tidak termasuk dalam daftar tidak lulus dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
b.    Kompetensi, yaitu:
1)    Bagi calon direksi:
a)    Memiliki pengetahuan dibidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya.
b)    Memilliki pengalaman dan keahlian dan keahlian dibidang perbankan dan atau bidang keuangan
c)    Memiliki kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangkan BPRS yang sehat.
2)    Bagi calon komisaris
a)    Memiliki pengetahuan di bidang perbankan yang memadahi dan relevan dengan jabatan
b)    Memiliki pengalaman dibidang perbankan
c.    Reputasi calon komisaris:
a)    Tidak termasuk dalam daftar kredit macet
b)    Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 tahun terakhir sebelum dicalonkan.
Adapun jumlah anggota direksi BPRS sekuranng-kurangnya 2 orang dan sekurang-kurangnya 50% dari anggota direksi termasuk direktur utama. Anggota direksi BPRS wajib berpengalaman operasional sekurang-kurangnya:
a.    1 tahun sebagai pejabat dibidang pendanaan dan pembiyayaan diperbankan syariah
b.    4 tahun sebagai pegawai dibidang pendanaan dan pembiyayan diperbankan syariah
c.    2 tahun sebagai pejabat di bidang pendanaan dan perkreditan diperbankan konvensional dan memiliki pengetahuan dibidang bank syariah.
Ketentuan lain yang harus dipenuhi  oleh direksi adalah:
a.    Berpendidikan fomal minimal diploma III atau sarjana muda
b.    Bagi anggota direksi lain yang berpengalaman perbankan syariah wajib mengikuti pelatihan perbankan syariah
c.    Direktur utama BPRS wajib berasal dari pihak yang independen terhadap pemegang saham pengendali
d.    Dilaranng mempunyai hubungan keluarga sampai dengan  derajat pertama, termasuk dengan sesama anggota direksi atau anggota dewan komisaris
e.    Dilarang merangkap jabatan sebagai anggota direksi, komisaris, atau pejabat eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain.
f.     Dilarang memberikan kuasa umum yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas
g.    Seluruh anggota direksi BPRS harus berdomisili dekat dengan tempat kedudukan kantor pusat BPRS.
Ketentuan lain yang harus dipenuhi oleh anggota komisaris adalah sebagai berikut:
a.    Jumlah anggota dewan komisaris sekurang-kurangnya dua orang dan sebanyak-banyaknya 3 orang
b.    Sekurang-kurangnya satu orang anggota dewan komisaris wajib berdomisili dekat dengan tempat kedudukan BPRS
c.    Wajib memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang perbankan atau dibidang keuangan lainnya
d.    Merangkap jabatan hanya dapat dilakukan sebagai:
·         Anggota dewan komisaris, sebanyak-banyaknya pada 3 bank lain
·         Anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif yang memerlukan tanggung jawab penuh sebanyak banyaknya 2 lembaga lain bukan bank
Calon anggota direksi atau dewan komisaris di bank islam wajib memperoleh persetujuan dari bank Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Permohonan untuk memperoleh persetujuan tersebut diajukan oleh bank kepada gubernur bank Indonesia dan wajib disertai dengan dokumen-dokumen yang berkaitan calon anggota direksi dan dewan komisaris.
Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut bank Indonesia melakukan:
a.    Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen
b.    Wawancara terhadap calon anggota direksi atau dewan komisaris
Adapun persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon anggota direksi dan dewan komisaris diberikan selambat-lambatnya 30 hari sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap.
Dalam hal rapat umum pemegang saham atau rapat anggota telah mengangkat calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris sebelum persetujuan bank Indonesia dan apabila bank Indonesia tidak menyetujui pihak-pihak dimaksud, maka bank wajib mengajukan kembali calon anggota direksi dan calon anggota dewan komisaris baru sesuai dengan ketentuan.
Dalam hal rapat umum pemegang saham atau rapat anggota membatalkan pengangkatan calon anggota direksi atau calon anggota dewan komisaris yang telah disetujui oleh bank Indonesia maka bank wajib melaporkan pembatalan tersebut kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah pembatalan pengangkatan, disertai notulen rapat umum pemegang saham atau fotokopi notulen rapat anggota.
2.    Pejabat eksekutif
Pasal 34 PBI No. 6/24/PBI/2004 mengatur, bahwa pengangkatan atau pengganti pejabat eksekutif atau pemimpin kantor cabang wajib dilaporkan leh bank kepada bank Indonesia selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal pengangkatan efektif dan disertai dengan:
a.    Surat pengangkatan dan pemberian kuasa sebagai pejabat eksekutif atau pemimpin kantor cabang dari direksi bank
b.    Dokumen yang telah menyatakan identitas pejabat eksekutif atau pemimpin kantor cabang bank
Apabila berdasarkan penilaian dan penelitian bank BI, pejabat eksekutif atau pemimpin kantor cabang termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham, pemegang saham pengendali, pengurus, pejabat eksekutif bank, maka bank wajib memperhatikan yang bersangkutan. Bagi anggota direksi anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas syariah dan pemimpi kantor cabang yang memiliki benturan kepentingan larang mengambil keputusan.
D.   DEWAN SYARIAH NASIONAL DAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH
Hal penting yang membedakan bank islam dan bank konvensial adalah adanya DPS yang bersifat independen dan kedudukannya sejajar dengan dewan komisaris. Tugas DPS adalah melakukan pengawasan pada Bank islam yang mengacu pada fatwa DSN serta norma-norma syariah menyangkut operasionalisasi bank, produk bank islam, dan moral manajemen.

1.    Dewan syariah nasional
Pada awal tahun 1999, Dewan syariah nasional secara resmi didirikan sebagai lembaga syariah yang bertugas mengayomi dan mengawsi operasional aktivitas perekonomian lembaga keuangan syariah, selain itu juga untuk menempung berbagai masalah/ kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya oleh masing-masing DPS di masing-masing LKS.
DSN sebagai sebuah lembaga yang dibentuk oleh MUI secara structural berapa dibawah MUI. Sementara kelembagaan DSN sendiri belum terasa tegas  diatur dalam perundanng-undangan menurut pasal 1 angka 9 PBI No. 6/24/PBI/2004, disebutkan bahwa: “DSN adalah dewan yang dibentuk oleh MUI yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank dengan prinsip syariah”.
Menurut keputusan DSN No.1 tahun 2000 tentang pedoman dasar dewan majelis ulama Indonesia, DSN bertugas sebagai berikut:
a.    Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan khususnya
b.    Menngeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
c.    Mengeluarkan fatwa atas produk jan jasa keuangan syariah
d.    Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan
DSN berwenang, sebagai berikut:
a.    Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS dimasing-masing LKS dan menjadi dasar tindakan hukum terkait
b.    Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti departemen keuangan dan bank indonesai.
c.    Memberikan rekomendasi atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS suatu LKS
d.    Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/ lembaga keuangan dalam maupun luar negeri
e.    Memberikan peringatan kepafa LKS untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN
f.     Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
Berdasarkan paparan diatas jelas terlihat, bahwa DSN berwenang mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS dan perbankan islam. Produk yang dikeluarkan oleh DSN hanya berupa fatwa, sehingga bersandarkan kepastian hukum tidak kuat karena fatwa sama dengan opini hukum, dapat diikuti atau tidak. Fatwa MUI ini secara moral memang harus diikuti oleh umat islam karena merupakan pendapat para ulama. MUI dalam mengeluarkan fatwa harus selalu menggunakan prinsip kehati-hatian.
Untuk mengeluarkan sebuah fatwa, MUI membentuk komisi fatwa komisi ini akan menganalisis permasalahan yang akan difatwakan dengan merujuk Al-Quran, Hadis, pendapat empat imam madhab, serta pendapat para ulama terahulu. Setelah itu baru dirumuskan dalam bentuk fatwa. Dari proses ini terlihat, bahwa untuk mengeluarkan suatu fatwa tidaklah mudah, karena berhubungan dengan Allah. Secara hukum nasional, fatwa tidak mempunyai kekuatan mengikat karena bukan produk hukum. Fatwa juga tidak  mempunyai sanksi. Sebelum dituangkan kedalam peraturaturan, sulit untuk dilaksanakan. Karena itu sudah seharusnya fatwa DSN dinaikkan statusnya dan dikukuhkan menjadi minimal setingkat peraturan BI.
Dengan memberikan fatwa tersebut, DSN tidak boleh dipengaruhi atau terpengaruh oleh lembaga manapun. Independensi ini diperlukan agar fatwa yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan ketentuan syariah dan untuk menjaga objektifitas dari pembuatan fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN.
Sebaliknya DSN berdiri sendiri diluar dari BI, namun dalam melakukan pengawasan tetap bekerja  sama dengan BI. Walaupun tugas dan DSN dan BI sama-sama melakukan pengawasan ekternal, DSN berfokus pada masalah pengawasan dan pembuatan fatwa produk-produk syariah, sementara BI lebih berfokus pada masalah manajemen perbankan secara umum dan tidak masuk pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan syariah.
2.    Dewan Pengawas Syariah
Penjelasan pasal 6 huruf m UU perbankan No.10 tahun 1998, tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan menjelaskan bahwa dalam suatu lembaga perbankan islam harus dibentuk DPS.
Menurut pasal 21 PBI No. 6/24/PBI/2004 anggota DPS wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    Integritas, yaitu:
a)    Memiliki akhlak dan moral yang baik
b)    Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundanng-undangan yang berlaku
c)    Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat
d)    Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank BI
b.    Kompetensi yaitu memiliki pengetahuan dan pegalaman dibidang syariah muamalah dan pengetahuan dibidang perbankan dan keuangan secara umum.
c.    Reputasi keuangan, yaitu pihak-pihak yang
a)    Tidak termasuk dalam kredit/pembiyayaan macet
b)    Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 tahun terakhir sebelum dicalonkan.
Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya dua orang dan sebanyak-banyaknya lima orang. Anggota DPS hanya bisa merangkap jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada dua bank lain dan 2 lembaga keuangan non bank. Pasal 27 PBI No.6/24/PBI/2004 menguraikan tugas, wewenang dan tanggung jawab DPS, yaitu antara lain meliputi:
a.    Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yangn dikeluarkan oleh DSN
b.    Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank
c.    Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank
d.    Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimmintai fatwa kepada DSN
e.    Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada direksi, komisaris,DSN, dan BI.
Pasal 31, 32, 33 PBI No.6/24/PBI/2004 mengatur mengenai tata cara penetapan DPS. Bank wajib mengajukan calon anggota DPS untuk memperoleh persetujuan BI dan penetapan DSN sebelum diangkat dan menduduki jabatannya. Permohonan untuk memperoleh persetujuan tersebut diajukan oleh bank kepada Gubernur BI dan wajib disertai dengan dokumen-dokumen yang diminta. Persetujuan atau penolakan ataspengajuan calon anggota DPS diberikan selambat-lambatnya 3o hari sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut, BI mngadakan penelitian atas kelenngkapan dan kebenaran dokumen, dan wawancara terhadap calon anggota DPS.
Penetapan calon anggota DPS oleh DSN dilakukan setelah mendapat persetujuan dari BI. Permohonan untuk memperoleh penetapan tersebut wajib disampaikan oleh bank kepada DSN dengan tembusan ke BI selambat-lambatnya 15 hari setelah  diterbitkannya surat persetujuan BI. Selanjutnya DSN menetapkan calon DPS selambat-lambatnya 30 hari sejak diterbitkannya surat persetujuan BI. Apabila dalam jangka waktu DSN belum menetapkan calon DPS maka calon DPS dianggap efektif sebagai DPS. Kemudia pengangkatan tersebut wajib dilaporkan oleh bank kepada BI selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal pengangkatan efektif.
Menurut keputusan DSN N0.3 tahun 2000 tentang petunjuk pelaksanaan penetapan anggaran DPS pada LKS, tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha LKS agar sesuai dengan keuntungan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN.
Fungsi utama DPS adalah:
a.    Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah, dan pemimpin kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
b.    Sebagai mediator antara LKS dengan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk jan jasa dari LKS yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
Sedangkan kewajiban DPS adalah:
a.    Mengikuti fatwa-fatwa DSN
b.    Mengawasi kegiatan usaha LKS agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN
c.    Melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan LKS yang diawasinya secra rutin kepada DSN.
Untuk mencapai keberhasilan tugas DPS, maka diperlukan langkah-langkah pemberdayaan, baik dari sisi kompetensi, integritas maupun indipendensi. Langkah pemberdayaan yang harus dilakukan memerlukan perencanaan dan pengembangan secara bertahap dengan memperhatikan kondisi kesiapan bank dan sumebr daya insani DPS.
Dalam pelaksanaannya fatwa ditingkat DPS ketentuan yang dijelaskan oleh fatwa DSN masih bersifat umum. Oleh karena itu seharusnya fatwa tersebut harus jelas dan dibuat petunjuk pelaksanaannya, agar tidak terjadi perbedaan dalam penafsiran dan pelaksanaan produk tersebut.
Keberadaan komite ahli pengembangan syariah di BI yang beranggotaan ahli syariah, ahli ekionomi, ahli hukum, ahli perbankan, dan ahli akuntansi dapat didayagunakan semaksimal mungkin untuk membuat petunjuk pelaksanaan yang jelas. Mereka dapat bekerja sama dengan DSN sebagai otoritas tertinggi regulasi sekaligus pengawasan syariah terhadap lembaga lembaga keuangan dan perbankan yang berdasarkan syariah.
Pelaksanaan produk perbankan islam dituangkan dalam bentuk akad. Semua akad harus diperiksa oleh DPS terlebih dahulu, agar tidak menyimpang dari ketentuan syariah. Apabila ada akad yang belum difatwakan, DPS harus meminta fatwa terlebih dahulu kepada DSN sebelum ada persetujuan dari DSN akad tersebut belum dapat di keluarkan. Oleh karena itu, harus ada batasan waktu bagi DSN untuk memutuskan produk tersebut sesuai atau tidak menurut syariah demi kelancaran dan perkembangan perbankan islam yang pesat.
Fungsi pengawasan DPS berlangsung produk tersebut akan berjalan hingga akad tersebut selesai. Ini berguna untuk menghindari penyipangan yang sering terjadi pada saat akad tersebut dibuat, baik pada pihak maupun dari pelaksanaan isi akad.
Pemberdayaan dan pengembangan system pengawasan dan audit kepatuhan syariah dipelopori oleh accounting and auditing organization for Islamic finansial institutional (AAOIFI). Dalam standar DPS yang diterbitkan oleh AAOIFI ditentukan sebagai berikut:
a.    Setiap pelaporan tahunan bank islam harus mencantumkan pendapat DPS bank yang menjelaskan kegiatan usaha bank sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (opini syariah)
b.    Adanya pross pengawasan dan audit yang aktif dari pihak DPS terhadap seluruh kegiatan usaha bank.
Menurut setiawan budi utomo, standar AAOIFI ini sangat ideal bagi perbankan islam saat ini, namun harus dijalankan demi perbaikan kinerja pengawasan audit DPS dan bank islam dan dapat berkiprah secara internasional. Karena itu, sudah sepatutnya DPS diberi kewenangan audit internal aspek syariah. Apabila SDM belum dapat memenuhi standar ini, maka bank dapat menggunakan audit syariah eksternal atau kantor akuntan public yang komit dan paham terhadap prinsip syariah.
Posisi DPS adalah sejajar dengan dewan komisaris, karena harus mendapat persetujuan RUPS dan mewakili kepentingan RUPS dari segi pengawasan kesyariahan. Jadi keduanya sama-sama bertanggung jawab kepada RUPS. Selain itu perlu dipertimbangkan mengenai honorarium para anggota DPS bila dianggap sejsjsr dengan anggota dewan komisaris, berarti imbalan yang diberikan seharusnya juga sama.
DSN tidak dapat membubarkan DPS, tetapi hanya mengajukan kepada RUPS untuk membubarkan DPS, karena tidak melakukan tugasnya dengan baik. Apabila ada penyimpangan di DPS, BI dalam hal ini direktur kepatuhan-melaporkan kepada DSN dan kemudia DSN akan merekomendasikan kepada RUPS agar memberhentikan DPS. Berarti, direktur kepatuhan juga harus menguasai prinsip-prinsip syariah dalam perbankan. BI dengan mekanisme pemeriksaan secara periodic pasti dapat menemukan adanya penyimpangan syariah. Selain itu RUPS juga bisa memutuskan tanpa melalui sidang yang penting ada tanda tangan dari pemegang sham utama, terutama terhadap bank-bank pemerintah.
Bagi bank islam maupun BPRS yang berada dipelosok daerah dan DSN kurang mempunyai informasi calon anggota DPS, maka DSN harus meminta rekomendasi dari MUI setempat dan bisa menerima masukan dari majelis ulama provinsi,kabupaten/kota, bank islam, atau BPR syariah yang bersangkutan. Ada baiknya mengambil ulama setempat sebagai anggota DSN, karena ulama tersebut mengetahui tipe dan kebutuhan masyarakat diwilayah tersebut, selain itu keberadaan ulama setempat akan memperkuat legalitas dan keberadaan bank islam diwilayah tersebut dimata masyarakat. Adapun mekanisme pemilihan tetap mengikuti peraturan yang berlaku.
E.   RUANG LINGKUP PENGAWASAN BI DAN DSN TERHADAP ASPEK ADMINISTRATIF, KEUANGAN, DAN SYARIAH COMPLIANCE BANK ISLAM
Dalam undang-undang perbankan dinyatakan secara tegas, bahwa pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oeh BI. Berkaitan dengan perbankan islam, tugas pokok BI adalah membuat aturan-aturan strategis dan teknis yang berupa norma-norma hukum yang diberlakkukan terhadap seluruh stakeholder untuk mendukung perkembangan bank islam.
a.    Aspek Administratif
Bentuk pengawasan administrasi oleh BI terhadap sector perbankan islam antara lain tentang perubahan kegiatan usaha dan pembukaan kantor cabang syariah dan pendirian bank yang berdasarkan prinsip syariah. Dalam peraturan ini desebutkanantara lain, bahwa bagi bank konvensional yang ingin mengubah usahanya menjadi bank islam atau membuka cabang syariah atau mendirikan bank syariah harus dapat izin dari dewan gubernur BI.
Saat ini semakin banyak bank konvensional yang mengubah kegiatan usahanya atau membuka kegiatan bank cabang syariah. Kondisi ini menunjukkan, bahwa keberadaan bank islam sebagai bank yang menggunakan system yang baru dikenal diindonesia semakin kokoh. System syariah sudah dapat diterima bahkan menjadi suatu pilihan yang terbaik untuk mengembangkan usaha perbankan. Kondisi tidak hanya patut kita sukuri, namun BI seharusnya semakin cermat dalam mengawasi kegiatan bank konvensional yang membuka cabang syariah atau mengubah kegiatan usahanya menjadi bank islam. Dikawatirkan tujuan mereka hanyalah sekedar mencari keuntungan sesaat tanpa memahami secara penuh apa makna dari bank islam itu sendiri.
Selain itu, perlu diperhatikan karier SDM yang bekerja di induk perusahaan yang konvensional dengan anak perusahaan yang syariah. Bila jabatan tertinggi mereka di anak perusahaan adalah sebagai kepala divisi, karier mereka sebagai karyawan hanya sesekali hingga disitu. Bila mereka ingin naik jenjang karier, maka mereka kembali ke induk perusahaan yang masih konvensional. Jadi disini tidak tampak kesungguhan SDM dalam menjalankan syariah islam secara kaffah. Selain itu, kemampuan mereka dibidang syariah akan tidak termanfaatkan bila kembali ke tempat asal. Oleh karena itu, bank konvensional yang membuka cabang syariah dibawah koordinasi unit usaha syariah dikantor pusat, seharusnya membuat perencanaan karier bagi SDM syariahnya. Jangan sampai terjadi mereka yang sudah mapan di UUS ditarik kembali ke induknya yang masih konvensional.
b.    Aspek keuangan
Dalam aspek keuangan, BI memiliki wewenang untuk menetapkan batas maksimum pembiyayaan berdasarkan prinsip syariah yang harus dipatuhi oleh bank islam. Bank islam dalam hal ini berkewajiban menyampaikan kepada BI segala keterangan dan enjelasan mengenai usahanya menurut tatacara yang ditetapkan oleh BI dan menyampaikan neraca dan perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya, dan laporan bekala lainnya kepada BI dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh BI. Pelanggaran terhadap pelanggaran terhadap kewajiban tersebut diatas diancam dengan pidana. Hal yang perlu diperhatiakan dalam membuat laporan keuangan syariah (PSAK No.59).
BI harus memberikan peraturan yang jelas dan ketat terhadap bank konvensional yang membuka cabang syariah. Misalnya dalam permodalan, jangan sampai terjadi percampuran modal antara bank konvensional dan bank islam. Peluang ini bisa terjadi karena banyak bank islam masih menggnakan fasilitas bank konvensional, seperti ATM, online system.
c.    Aspek pengawasan syariah
Dari segi syariah compliance, sampai saat ini belum ada satu peraturan yang mengatur kewenangan dan tugas BI. Memang, undang-undang perbankan secara umum mengatur norma maupun code of conduct bank, yang mungkin dapat dipahami sebagai implementasi     prinsip syariah, yaitu antara lain kewajiban bank islam untuk menempuh cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah dalam memberikan pembiyayaan berdasarkan prinsip syariah. Juga kewajiban bank islam untuk mempunyai keyakinan dan melakukan analisis yang mendalam berdasarkan iktikad baik, kemampuan, dan kesanggupan nasabah debitor dalam hal pembiyayaan berdasarkan prinsip syariah.
Ketentuan tersebut tidak memberikan arahan seberapa jauh BI dapat menilai dan bertindak dalam menentukan apakah produk jasa maupun praktik bank islam, telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hingga saat ini kewenangan tersebut diberikan kepada DPS yang ada dalam bank-bank tersebut. Kewenangan DPS ini akan berfungsi baik apabia DPS tetap mempertahankan indpendnsinya.
Kewenangan untuk melakukan syariah compliance dapat diserahkan kepada DSN karena dalam hal ini DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fakta atas jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan di Indonesia.
F.    EFISIENSI HUBUNGAN KERJA ANTARA BI DAN DSN
Berdasarkan undang-undang no.10 tahun 1998otoritas yangberwenang untuk menyatakan telah terjadi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip syariah. Termasuk penerapan sanksi hukum adalah bank Indonesia.
Hubungan kerja antara BI dan DSN disrankan merupakan suatu bentuk koordinasi antara dua lembaga tersebut. Hal ini tentunya dapat dilakukan apabila DSN ditentukan sebagai lembaga yang berdiri sendiri di luar BI dan sejajar dengan BI.
BI sebagai otoritas pengawas perbankan dapat meminta fatwa kepada DSN apabila disinyalir ada masalah pelanggaran syariah compliance. Sebaliknya, DSN juga dapat melakukaninisiatif atau berperan aktif dalam mengawasi DPS ataupun bank islam terhadap adanya permasaahan syariah compliance, misalnya terdapat produk-produk, praktik bank islam, maupun tindakan DPS yang melanggar prinsip-prinsip syariah, dengan jalan melaporkan kepada BI. Terhadap laporan ini BI harus melakukan tindakan pemeriksaan, bila terbukti bersalah, maka BI dapat melakukan tindakan-tindakan penerbitan atau pemberian sanksi kepada bank islam atau praktik perbankan islam yang melanggar tersebut sesuai dengan peratran yang berlaku. DSN juga dapat melakukan teguran langsung kepada DPS. Namun teguran tersebut lebih bersifat moral, karena DPS sebagai suatu lembaga independen tidak dapat mengeksekusi bank islam yang menyimpang. Berbeda dengan DSN dimalaysia yang memiliki kekuatan eksekusi terhadap suatu bank islam karena DSN Malaysia berkedudukan di bank central Malaysia dan menyatu dengan Islamic banking division (setingkat dengan direktorat).
G.   RAMBU-RAMBU KESEHATAN BANK BAGI BANK ISLAM
Dalam undang-undang no.10 tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan undang-undang no.7 ttahun 1992 secara tegas menentukan bahwa kegiatan-kegiatan usaha  bank bagi hasil baik bank umum dan perkreditan rakyat harus memperhatikan prinsip kehati-hatian yang dalam operasionalnya dan rambu-rambu kesehatan bank, yang secara tegas menentukan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kwalitas asset, kwalitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solfabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha bank.
Diabaikannya rambu-rambu kesehatan bank oleh bank bank yang berdasarkan prinsip islam memberikan dampak kerugian yang jauh lebih besar dibandingkan apabila hal it dilakkukan oleh bank konvensional. Hal ini terjadi karena alasan berikut.
Pertama, resiko yang dihadapi oleh bank islam dalam hal pembiyayaan diberikan berdasarkan akad mudharabah kepada nasabahnya, jauh lebih besar dibandingkan resiko yang dihadapi oleh bank konvensional yang memberikan kredit dengan jaminan. Sehingga bank islam hanya mengandalkan sirstwayout, yaitu pendapatan (revenue) bisnis nasabah- debitur karena dalam pembiyayaan akad mudharabah dalam prinsipnya tidak boleh meminta agunan dari nasabah. Sedangkan bank konvensional sumber pelunasan kredit bermasalah dari first way out yaitu pendapatan bisnis it sendiri dan juga mengandalkan second way out yaitu berupa agunan atau jaminan kredit bila kredit menngalami kegagalan atau macet.
Kedua, apabila terjadi kegagalan pada pembiyayan yang diberikan oleh bank islam, antara lain dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, nasabah tidak berkewajiban mengembalikan dana bank tersebut apabila terjadi sesuatu degan usaha nasabah yyang dikarenakan factor yang diluar kemampuannya. Contohnya pada akad mudharabah, bank islam yang harus memikul resiko kehilagan dana yang telah duberikan mudarrib-nasabah.[2]




BAB III
KESIMPULAN
BI sebagai otoritas pengawas perbankan dapat meminta fatwa kepada DSN apabila disinyalir ada masalah pelanggaran syariah compliance. Sebaliknya, DSN juga dapat melakukaninisiatif atau berperan aktif dalam mengawasi DPS ataupun bank islam terhadap adanya permasaahan syariah compliance, misalnya terdapat produk-produk, praktik bank islam, maupun tindakan DPS yang melanggar prinsip-prinsip syariah, dengan jalan melaporkan kepada BI. Terhadap laporan ini BI harus melakukan tindakan pemeriksaan, bila terbukti bersalah, maka BI dapat melakukan tindakan-tindakan penerbitan atau pemberian sanksi kepada bank islam atau praktik perbankan islam yang melanggar tersebut sesuai dengan peratran yang berlaku. DSN juga dapat melakukan teguran langsung kepada DPS. Namun teguran tersebut lebih bersifat moral, karena DPS sebagai suatu lembaga independen tidak dapat mengeksekusi bank islam yang menyimpang. Berbeda dengan DSN dimalaysia yang memiliki kekuatan eksekusi terhadap suatu bank islam karena DSN Malaysia berkedudukan di bank central Malaysia dan menyatu dengan Islamic banking division (setingkat dengan direktorat).




DAFTAR PUSTAKA
Wirdaningsih,karnaen dkk, bank dan Asuransi Islam di Indonesia.Jakarta, kencana Prenada Media,cetakan-3,2007
Rivai veithzal, Islamic Banking Sebuah Teori,KOnsep,dan Aplikasi. Jakarta, bumi aksara, cetakan-1, 2010




[1] Veithzal rivai,Islamic Bangking, bumi aksara (cet-1, 2010): Jakarta hal.284-315
[2] Wirdyaningsih,Bank dan Asuransi Islam Di Indonesai. Kencana prenada media (cet-3, 2007)Jakarta hal:61-90

3 komentar:

  1. Halo, saya Ainah Ann, saat ini saya tinggal di indonesia. Saya hampir muak dengan kehidupan beberapa bulan yang lalu karena saya membutuhkan uang untuk membayar tagihan saya, dan karena situasi saya, saya sangat ingin mendapatkan pinjaman untuk membayar tagihan saya yang sudah dikeluarkan dan membiayai bisnis saya. Semua usaha saya untuk mendapatkan pinjaman dari perusahaan pinjaman swasta dan korporasi internet ini benar-benar sia-sia.
     
    Poin terakhir saya untuk mengatakan selamat tinggal pada pencarian pinjaman adalah ketika Tuhan menyerahkan kepada saya sarana rezeki saya untuk bisnis dan mata pencaharian saya sampai saat ini, yang memberi saya pinjaman sebesar 750 juta Rupee Indonesia. Saya hanya harus bersaksi secara online ini karena saya tahu ada banyak orang di luar sana yang mencari jenis perbuatan baik ini, dan pada saat yang sama saya harus menceritakan dunia tentang kesempatan besar yang menanti mereka.
     
    Mengamankan pinjaman tanpa jaminan, Tidak ada pemeriksaan kredit, tidak ada penandatanganan, dan tidak ada biaya pinjaman, hanya dengan tingkat bunga 2% saja dan rencana pembayaran dan jadwal yang lebih baik. Jangan buang waktu lagi, dan bayar tagihan Anda dengan bantuan Maureen Kurt Financial Service. Anda dapat menghubungi dia melalui (maureenkurtfinancialservice@gmail.com). Dia wanita yang baik hati dan kebajikan, jadi jangan takut untuk bertemu dengannya untuk meminta bantuan. Jika ada keraguan atau ketakutan, Anda selalu bisa menghubungi saya melalui ainahann10@gmail.com

    BalasHapus
  2. How to open a casino site
    How to open a casino site in Jamaica · 1. Open a new casino account for a small amount. · 2. Deposit $10 at a casino that luckyclub.live offers a

    BalasHapus
  3. The Magician casino is the best and hottest gaming - JTM Hub
    Welcome 계룡 출장마사지 to the Wizard of Oz, a 창원 출장샵 brand 의정부 출장마사지 new and cool slot machine, and the 출장마사지 Wizard is bringing 거제 출장안마 you a classic themed Magician theme.

    BalasHapus